Bupati Kotim Diminta Agar Tidak Tunda Hak Masyarakat

Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim, M Abadi

SAMPIT, RAKYATKALTENG – Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), M Abadi meminta Bupati dan Wakil Bupati Kotim yang baru saja dilantik tidak menunda keputusan yang berkaitan dengan hak masyarakat.

Pernyataan Abadi ini disampaikan menyikapi persoalan yang kini tengah dihadapi warga Desa Tangkarobah dan Pahirangan, Kecamatan Mentaya Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur soal pola kemitraan.

“Saya berharap kepada bupati yang baru dilantik untuk tidak menunda apa yang menjadi hak masyarakat,” kata Abadi, Selasa (2/3/2021).

Abadi mempertanyakan, tindak lanjut peraturan bupati (Perbup) Kotim Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kotim Nomor 20 Tahun 2012 tentang Usaha Perkebunan dengan pola kemitraan yang tertuang di dalam bab VI yakni pembinaan, pengawasan, evaluasi dan pelaporan.

Dalam Pasal 12 Ayat (1), pembinaan umum terhadap pelaksanaan perkebunan dengan pola kemitraan dilakukan oleh bupati, camat dan kepala desa serta lurah di wilayah kemitraan berada.

Serta dalam Ayat (6) tim terpadu pembinaan dan pengawasan kemitraan usaha perkebunan diketuai oleh sekretaris daerah dengan keanggotaan terdiri unsur pemerintah daerah, unsur perusahan perkebunan, unsur akademisi dan unsur masyarakat yang di tetapkan dengan keputusan bupati.

“Tdak ada alasan bupati tidak mengetahui ini. Bupati Kotim yang dulunya menjabat sebagai Sekda Kotim dan beliaupernah menyampaikan ini dan semoga pak bupati masih ingat bahwa beliau menyampaikan akhir tahun 2019 setiap perkebunan wajib merealisasikan plasma 20 persen dan di Pasal 35 sanksinya tegas hingga pencabutan izin PT dan denda 50 juta rupiah,” ucapnya

Ditambahkannya, terkait itu juga dalam Pasal 13 disebutkan bahwa tim terpadu ini melakukan pembinaan dan pengawasan namun selama ini aturan tersebut tidak dijalankan karena terbukti ketika dirinya bertanya kepada pihak pemerintah desa Tangkarobah dan desa Pahirangan bahwa lahan plasma pola kemitraan tersebut belum terealisasi.

“Ini membuktikan bahwa sengaja di abaikan karena tidak ada alasan lahan 20 persen tersebut terealisasi, jika pihak eksekutif dan legislatif benar-benar melaksanakan apa yang diatur di dalam perda tersebut pasti sudah terealisasi,” ujarnya.

Dikatakannya, pelaksanaan Perda dikeluarkan pada tahun 2014 dan sekarang sudah tahun 2021 namun faktanya satu hektare belum dirasakan oleh masyarakat Desa Tangkarobah dan Desa Pahirangan soal realisasi pola kemitraan itu. (yon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *