RAKYATKALTENG.com SAMPIT– Dugaan penyelewengan distribusi BBM subsidi kembali menampar wajah pengawasan energi di Kabupaten Kotawaringin Timur. Solar subsidi di sebuah SPBU mendadak dinyatakan habis, bukan karena kuota benar-benar terkuras, melainkan di tengah hitungan matematis yang justru menunjukkan ribuan liter BBM masih tersisa. Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius ke mana solar subsidi tersebut mengalir, dan siapa yang diuntungkan.
Pengakuan seorang sopir truk berinisial IY memperlihatkan adanya kejanggalan serius dalam pola penyaluran. Ia mengaku telah mengantre sejak pagi bersama puluhan kendaraan lain, namun saat tiba gilirannya, pihak SPBU menyatakan stok solar subsidi telah habis. Padahal, berdasarkan kalkulasi jumlah kendaraan dan batas maksimal pembelian, kuota harian belum tersentuh separuhnya.
“Saya antre dari pagi, tapi saat mau mengisi, tiba-tiba dibilang habis. Ini bukan soal kecewa, tapi soal keadilan. Kami ini pengguna resmi solar subsidi,” kata IY.
Menurut perhitungan IY, sekitar 35 unit truk telah mengisi dengan jatah maksimal 80 liter, atau total 2.800 liter. Ditambah sekitar 25 kendaraan lain dengan jatah 60 liter, total pemakaian hanya sekitar 4.300 liter. Sementara itu, kuota harian solar subsidi di SPBU tersebut mencapai 8.000 liter.
“Artinya masih ada sekitar 3.700 liter yang seharusnya tersedia. Ini bukan selisih kecil, tapi jumlah yang sangat signifikan,” tegasnya.
Namun alih-alih memberikan penjelasan transparan, pihak SPBU berdalih sisa solar disimpan sebagai stok darurat. Dalih ini justru memperkuat kecurigaan. Dalam praktik umum, stok darurat hanya berkisar ratusan liter untuk menjaga operasional pompa, bukan ribuan liter yang nilainya mencapai puluhan juta rupiah.
Keanehan tidak berhenti di situ. Pada keesokan harinya, SPBU tersebut kembali menutup penjualan solar subsidi dengan alasan menunggu pasokan baru dari Pertamina. Penjualan baru dibuka dua hari kemudian setelah pengiriman ulang sebesar 8.000 liter diterima.
“Kalau benar masih ada sisa ribuan liter, mengapa tidak dijual ke konsumen yang berhak? Lalu ke mana sisa itu menghilang?” ujar IY, mempertanyakan logika distribusi yang dijalankan SPBU tersebut.(rk2)












