Warga Adukan Sengketa Lahan Ke DPRD Kotim

Istimewa-Warga saat mengadukan sengketa lahan ke Komisi II DPRD Kotim

RAKYATKALTENG.com SAMPIT – Ketegangan antara warga Desa Samuda Besar, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), dengan perusahaan perkebunan PT Baratama Putra Perkasa (BPP) kembali mencuat. Warga mendatangi Gedung DPRD Kotim meminta wakil rakyat memfasilitasi penyelesaian dugaan penyerobotan lahan yang telah lama menggantung.

Tokoh masyarakat Samuda Besar, Mursalin, menyebut langkah warga datang ke DPRD bukan tanpa alasan. Mereka merasa perjuangan mempertahankan lahan seluas sekitar 1.150 hektare milik Kelompok Tani Dayak Misik tidak pernah mendapat kepastian hukum.

“Kami sudah lelah menunggu. Lahan itu digarap tanpa sepengetahuan warga, padahal jelas-jelas berada di wilayah Kotim,” tegasnya, Kamis 23 Oktober 2025.

Ia menjelaskan, berdasarkan SK.847/Menhut-II/2014, PT BPP seharusnya beroperasi di wilayah Kabupaten Seruyan dengan izin seluas 36.100 hektare. Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan aktivitas perusahaan merambah ke Desa Samuda Besar yang merupakan wilayah administrasi Kotim.

Keluhan warga tidak hanya soal batas izin. Aktivitas perusahaan yang membuat galian sekunder disebut menyebabkan genangan dan banjir di lahan pertanian masyarakat.

“Kami tidak menolak investasi, tapi kami ingin perusahaan mematuhi izin dan aturan. Kalau memang ada pelanggaran, harus dibicarakan secara terbuka agar tidak menimbulkan konflik sosial,” kata Lahmadin, Koordinator Mantir Adat Desa Samuda Besar.

Ia menambahkan, berbagai upaya mediasi telah dilakukan, namun belum membuahkan hasil.

“Sudah empat kali kami duduk bersama, tapi hasilnya nihil. Karena itu kami datang ke DPRD untuk mencari jalan keadilan,” ujarnya.

Menanggapi aspirasi warga, Ketua Komisi II DPRD Kotim, Akhyannoor, memastikan pihaknya akan segera memproses laporan tersebut secara kelembagaan.

“Kami menghargai langkah warga yang datang menyampaikan aspirasi secara damai. Semua laporan akan kami tindak lanjuti melalui mekanisme resmi di dewan,” jelasnya.

Akhyannoor menilai, persoalan batas wilayah izin antara Kabupaten Seruyan dan Kotim menjadi kunci utama yang harus diklarifikasi.

“Kalau memang lahan yang digarap itu masuk wilayah Kotim, maka harus ada peninjauan ulang terhadap izin perusahaan. Prinsipnya, masyarakat tidak boleh dirugikan,” tegasnya.

Ia berharap, konflik ini bisa diselesaikan secara musyawarah dengan melibatkan semua pihak, termasuk peluang kerja sama antara perusahaan dan warga.

“Kalau nanti ada kesepakatan yang baik, misalnya dalam bentuk kemitraan atau pemberdayaan tenaga kerja lokal, itu tentu akan membawa manfaat besar bagi warga Samuda Besar,” tutupnya.(rk2)